Terapkan Teknologi, Milenial Buktikan Bisa Sukses Jadi Petani

Plt. Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman menyatakan keyakinannya bahwa dimasa yang akan datang, dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan, petani merupakan profesi yang menjanjikan kesejahteraan. Hal tersebut beliau ungkapkan saat melakukan sambang petani milenial di wilayah Kapanewon Godean pada Jum’at (18/10/2024).

Suparmono menegaskan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman berkomitmen untuk menumbuhkan petani milenial yang memiliki kemampuan teknologi dan adaptif terhadap tantangan pertanian seperti dampak perubahan iklim, alih fungsi lahan, menurunnya produktifitas, sulitnya pemasaran, sedikitnya tenaga kerja, dsb, melalui berbagai fasilitasi program Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan.

“Petani yang mau belajar dan menerapkan teknologi, akan bisa mengefisienkan biaya serta meraih keuntungan usaha” jelas Suparmono.

Ditengah kekhawatiran banyak pihak akan punahnya profesi petani, Subiyanto (36) membuktikan bahwa menjadi petani justru bisa membawa keluarganya sejahtera. Semula Subiyanto hanya buruh pabrik dengan gaji rendah. Tetapi semenjak memberanikan diri menjadi petani mulai tahun 2018 kehidupannya semakin mapan.

“Alhamdulillah, bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan memberi lapangan pekerjaan bagi orang-orang disekitar kami” ungkap Subiyanto dengan rendah hati.

Warga Dusun Tangkilan, Sidoarum, Godean ini menuturkan awal mula menjadi petani dari mengolah sawah mertua seluas 600 m2. Usahanya terus berkembang dan kini Subiyanto bersama istrinya mengelola lahan garapan seluas 12.500 m2 yang ditanami cabai dan timun baby.

“Dulu sudah mencoba beberapa komoditas lain, tapi yang paling menguntungkan dan mudah pemasarannya itu ya cabai dan timun baby” terangnya.

Subiyanto mengungkapkan rasa syukurnya dengan adanya pasar lelang cabai dan sayuran di Kabupaten Sleman.

“Jaminan pasarnya ada, seberapapun hasil panennya bisa disetorkan ke pasar lelang. Jadi petani fokus memproduksi” terangnya.

Sebagaimana diketahui bahwa pasar lelang cabai dan sayuran dibentuk berdasarkan inisiasi dari Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman dan dikelola oleh Koperasi PPHPM (Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi). Terdapat 14 titik kumpul lelang cabai dan sayuran se Kabupaten Sleman yang berpusat di Purwobinangun, Pakem.

“Meskipun jauh dari rumah, tapi saya tetap setor di pusat karena juga membutuhkan konsultasi teknologi budidaya pertanian” ucap petani yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai Top 3 petani yang akumulasi setorannya paling tinggi di PPHPM.

Menurut Subiyanto, dengan tergabung dalam Koperasi PPHPM, selain memudahkan pemasaran hasil, kami juga belajar mengoptimalkan hasil dengan inovasi-inovasi teknologi pertanian yang semakin maju. Misalnya saja saat mengeluhkan sulitnya pasokan air untuk budidaya timun, Subiyanto dibimbing dan difasilitasi untuk menerapkan teknologi irigasi tetes untuk budidaya hortikultura.

“Kami mengikuti pelatihan, mendapat bantuan mulsa serta diberi instalasi irigasi tetes dari Dinas Pertanian Sleman melalui PPHPM” jelas Subiyanto.

Subiyanto merasakan betul manfaat menerapkan irigasi tetes dilahannya. Saat ini Subi menanam timun baby dengan luas total 5500 m2 dengan usia 10 hst. Karena keterbatasan alat, tanaman timun di lahan sawah yang menggunakan irigasi tetes baru 1200 m2 saja.

“Daya hidupnya lebih tinggi, karena airnya cukup. Selain itu lebih hemat tenaga kerja karena pupuk sudah dilarutkan” jelas Subiyanto

Menurut Subiyanto, tanaman timun di lahan konvensional (tanpa teknologi irigasi tetes) keadaannya memprihatinkan, banyak biji yang tidak tumbuh dan harus disulami. Padahal Subi dan istri sudah melakukan pemeliharaan secara optimal dengan melakukan penyiraman secara manual setiap pagi dan sore hari diribuan lubang tanam timunnya.

Menanggapi hal tersebut Plt. Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman menerangkan bahwa sistem irigasi tetes adalah salah satu sistem irigasi yang digunakan untuk menghemat air dan pupuk dengan membiarkan air menetes perlahan- lahan ke akar tanaman, baik melalui permukaan tanah atau langsung ke akar tanaman melalui jaringan katup, pipa dan emitter.

Menurut Suparmono, sistem irigasi ini cocok diterapkan untuk mengairi tanaman pada kondisi lahan kering berpasir atau pada kondisi air yang sangat terbatas dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

“Harga timun ditingkat konsumen saat ini cukup tinggi mencapai Rp. 7000/kg.” ungkap Suparmono.

Menurut Suparmono produksi timun tahun 2024 ini memang menurun dibandingkan tahun 2023, salah satunya dikarenakan musim kemarau berkepanjangan. Berdasarkan data sipedas.pertanian.go.id produksi mentimun Kabupaten Sleman periode Januari s.d. September tahun 2024 sebesar 3133,65 kwintal sedangkan tahun 2023 sebesar 6672,6 kwintal.

“Teknologi irigasi tetes ini bisa menjadi solusi kesulitan air untuk budidaya pertanian, dan akan terus dikembangkan” lanjut Suparmono.

Kelebihan sistem irigasi tetes disbanding irigasi konvensional diantaranya yaitu efisiensi penggunaan air cukup tinggi karena evaporasi minimum karena tidak ada gerakan air di udara, tidak ada pembasahan daun, tidak ada limpasan (run off), serta pengairan dibatasi di sekitar tanaman pokok. Penghematan air bisa mencapai 30-50% dan efisiensi irigasi dapat mendekati 100%, serta respon tanaman terhadap sistem ini lebih baik dalam hal produksi, kualitas, dan keseragaman produksi.

“Dengan penerapan irigasi tetes yang tepat, kita dapat menjaga ketersediaan air, mencegah pemborosan, meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan serta meningkatkan keuntungan usaha tani” pungkas Suparmono.