Jogjakarta Koorei angka 2 (8 April 1945) menjadikan Sleman sebagai pemerintahan Kabupaten untuk kedua kalinya dengan KRT Pringgodiningrat sebagai bupati. Pada masa itu, wilayah Sleman membawahi 17 kapewon (Son) yang terdiri dari 258 kalurahan (Ku). Ibu kota kabupaten berada di wilayah utara, yang saat ini dikenal sebagai desa Triharjo (Kecamatan Sleman).
Bila dibandingkan dengan pemerintahan kabupaten lainnya di tanah Jawa, infrastruktur yang dimiliki Sleman sangat terbatas. Fasilitas yang dimiliki adalah gedung pusat pemerintahan, pasar (yang saat ini dikenal sebagai pasar Sleman), masjid (masjid Sleman) dan stasiun kereta api (lokasinya sudah berubah menjadi taman segi tiga Sleman). Sedangkan infastruktur seperti alun-alun, penjara, markas prajurit dsbnya, sebagai syarat ibukota, tidak dimiliki.
Di era revolusi, para pegawai pemerintah meninggalkan ibukota Sleman ikut keluar kota mengatur strategi. Dalam keadaan demikian perkantoran pemerintahan Kabupaten Sleman menjadi sepi dan terjadi “bumi angkut” oleh gerombolan masyarakat yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya gedung-gedung pemerintah tidak layak lagi menjadi tempat pelayanan masyarakat.