Salak Madu, Idola Petani Sleman untuk Raih Sejahtera dan Maju

Kabupaten Sleman merupakan daerah sentra produksi salak. Lebih khusus lagi, sentra produksi ini berada di Kapanewon, Tempel, Turi, dan Pakem. Buah salak menjadi salah satu ikon dari Kabupaten Sleman, menjadi komoditas unggulan, dan memberikan kontribusi ekonomi yang cukup tinggi bagi petani.

Upaya peningkatan produksi salak yang merupakan unggulan Sleman telah dilakukan agar tetap dapat memenuhi permintaan pasar domestik dan macanegara. Beberapa tahun yang lalu, permasalahan pengembangan salak di Sleman setidaknya terfokus dalam 2 hal, yaitu kurang produktifnya tanaman salak karena usia tanaman yang cukup tua dan masih adanya serangan hama lalat buah.

Permasalahan ini telah berupaya ditangani dengan peningkatan luasan lahan tanam dan gerakan pengendalian lalat buat. Pemkab Sleman memfasilitasi bantuan pupuk organic, pupuk kimia dan ember untuk pencangkokan/peremajaan serta penerapan Good Agricultural Practices (GAP) melalui kegiatan sekolah lapang, pelatihan, bimbingan teknis dan pendampingan petani.

Berdasarkan data DP3 Sleman, upaya peningkatan produksi salak telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Tahun 2019 dengan luas sebesar 2163,43 Ha sedangkan 2023 sebesar 1240,5 Ha, produksi salak 2019 sebesar 510.111,73 kw dan 2023 sebesar 483.895,16 kw. Dengan penurunan luas panen sebesar 42 % tetapi penurunan produksi hanya 5,13%, Hal ini menunjukkan keberhasilan peningkatan produktifitas salak Sleman. Data menunjukkan profitas salak Sleman tahun 2019 sebesar 235,60 kw/Ha, peningkatan produktifitas tahun 2023 sebesar 390,08 kw ha atau naik 154,48 kw/ha atau 65,56%.

Data Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan juga menyebutkan produksi empat jenis salak di Kabupaten Sleman, yakni salak pondoh, salak madu, salak gading dan salak biasa. Keempat salak tersebut secara tampilan berbeda dan rasanya pun berbeda. Misalnya salak gading memiliki warna kulit kuning terang dan rasanya agak asam. Sedang salak madu ukurannya lebih besar dari salak pondoh, warna kulitnya lebih terang dibanding dengan salak pondoh, dan juga rasanya lebih manis.

Saat ini, ada dua varian salak madu yang dikembangkan di Sleman, yaitu: Salak Madu Balerante dan Salak Madu Sokomartani yang juga dikenal sebagai salak madu Probo. Salak madu memang lebih disukai konsumen daripada salak pondoh super, daging buah empuk dan citarasanya lebih manis ketimbang pondoh, apabila daging buah dipencet dengan jari akan keluar cairan seperti madu, cairan ini tidak dijumpai pada salak pondoh dan salak gading. Kelebihan salak madu, disamping rasanya yang juicy, harganya relatif lebih mahal dan populasinya masih sedikit.

Setelah secara resmi dilepas sebagai varietas unggulan pada tahun 2015, populasi tanaman salak madu terus meningkat. Data Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman bahwa pada tahun 2016 luas panen salak madu hanya 38,67 Ha, dan terus naik ditahun-tahun berikutnya hingga tahun 2023 luas panen salak madu menjadi 167,89 Ha.

Harga salak pondoh di tingkat petani antara Rp. 1.000 – 3.000 per kg sedangkan di tingkat konsumen berkisar Rp 5.000-10.000, sedangkan madu probo ditingkat petani paling rendah diharga Rp. 5000 dan di tingkat konsumen Rp. 10.000-15.000 per kg. Bahkan saat ini, karena rendahnya produksi salak akibat dampak el nino dan kekeringan harga madu probo bisa mencapai Rp. 25.000 per kg. Hal ini memicu semangat petani untuk mengembangkan salak madu itu lantaran cita rasa enak dan disukai pasar, serta harganya yang tinggi.

Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman mendorong pengembangan salak madu untuk peningkatan kesejahteraan petani salak Sleman. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan pemberian mesin chopper kepada beberapa kelompok tani pembudidaya salak, untuk mempermudah proses pencacahan pelepah salak sebagai pupuk alami tanaman salak serta pemberian bantuan Pupuk Hayati Cair (PHC) untuk mempercepat proses fermentasi pupuk hayati salak di areal pertanaman salak.

Untuk mengatasi permasalahan produksi yang menurun pada musim kemarau, maka Dinas Pertanian Sleman akan membuat demonstrasi plot penerapan teknologi irigasi tetes untuk tanaman salak. Dengan suplai air yang cukup, harapannya tanaman salak tetap produktif dimusim kemarau dan petani dapat menikmati harga salak sangat tinggi, dikarenakan pada musim kemarau produksi salak turun di semua sentra.

Petani berharap agar salak pondoh sebagai komoditas khas Sleman tetap dipertahankan, tetapi tentunya dengan terus melakukan upaya pengembangan salak madu sebagai komoditas bernilai jual tinggi. Selain kedua varietas tersebuat, DP3 Sleman juga akan mengupayakan peluang pasar salak spesifik lainnya seperti salak gading yang mempunyai keistimewaan, yaitu rasa khas (sepet) serta warna yang sangat menarik. Luas panen salak gading saat ini baru 1,51 Ha dengan produksi sebesar 745,60 kw.