Meningkatnya kasus kekerasan pada anak dari waktu ke waktu salah satunya timbul karena  peran aktif masyarakat dalam perlindungan anak masih kurang.  Menyadari hal tersebut Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Badan KBPMPP Kabupaten Sleman berdasarkan inisiasi dari Kementerian PPPA RI melaksanakan kampanye bersama di  Desa Percontohan Pengembangan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) seluruh wilayah Indonesia termasuk salah satunya di Desa Mororejo, Tempel, Sleman yang menggelar ‘Festival Berlian (Bersama Lindungi Anak) Mororejo Colourflash 2016’ pada Minggu  (20/11).

Eko Yulianto selaku Ketua Pelaksana acara tersebut mengatakan bahwa Kampanye Berlian PATBM di Mororejo bertujuan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Menurutnya peran masyarakat dalam perlindungan anak dapat dilakukan diantaranya melalui sosialisasi perlindungan anak pada masyarakat, memberikan masukan pada perumusan kebijakan yang terkait perlindungan anak, menyediakan sarana prasarana dan ruang serta suasana kondusif untuk tumbuh kembang anak.

Menurutnya berbagai kegiatan telah dilakukan aktivis PATBM Desa Mororejo, yaitu mengikuti pelatihan yang diselenggarakan PPPA RI, menyusun peta potensi dan masalah anak, menyusun data pilah anak, menyusun rencana kerja PATBM, dan melaksanakan sosialisasi PATBM di seluruh padukuhan, kelompok PKK, dan sekolah di Desa Mororejo.“Tema Kampanye Berlian yang kami laksanakan adalah melalui PATBM kita wujudkan Desa Mororejo SIGRAK atau Siap Menjadi Penggerak Perlindungan Anak”, kata Eko.

Sementara itu Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun yang hadir dalam kampanye tersebut menyampaikan bahwa Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan tingkat pertumbuhan migrasi yang tinggi serta merupakan kawasan  yang strategis dalam dalam sektor pendidikan dan ekonomi, sehingga dinamika dan perubahan-perubahan sosialnya menjadi sangat tinggi. Di sisi lain kondisi tersebut menurutnya juga menimbulkan tekanan dan permasalahan baru yang lazimnya terjadi pada kota-kota besar lainnya di Indonesia.

“Anak berusia 0-18 tahun rentan memiliki masalah sosial dan menghadapi resiko kekerasan baik di lingkungan rumah, di lingkungan sekolah, maupun ditempat-tempat umum. Resiko-resiko yang sangat mungkin terjadi pada anak antara lain kekerasan dalam pola asuh, tontonan komersial yang kurang mendidik, kasus kekerasan fisik dan psikis pada anak secara, trafficking, eksploitasi anak, pelecehan seksual, Anak Bermasalah dengan Hukum, hingga kasus anak terjerat narkoba”, jelas Muslimatun.

Muslimatun berharap agar agar Desa Ramah Anak sebagai bagian dari Kabupaten Layak Anak tidak hanya sekedar menjadi label, dan jangan sampai ada kesenjangan antara kebijakan dengan realita yang ada di lapangan. “Untuk itu saya mengharapkan kita semua baik warga masyarakat, aktivis PATBM, seluruh stakeholder dapat bersinergi secara nyata untuk mewujudkan lingkungan dimanapun anak-anak berada yang ramah bagi mereka”, tambah Muslimatun.

Dalam acara yang diikuti oleh lebih dari 1000 orang yang terdiri dari anak-anak, warga masyarakat, dan stakeholder tersebut  dilakukan deklarasi akhiri kekerasan pada anak, flashmob, dan pengobatan gratis.