Mei
16
Sultan HB X, Pimpin Langsung Peringatan 1 Abad Sleman
Puncak acara hari Jadi satu abad Kabupaten sleman tahun 2015 ditandai dengan Upacara di Lapangan Denggung Minggu 15 Mei 2015. Dalam puncak acara tersebut beberapa Bregodo di kabupaten sleman ditampilkan sebanyak 67 Bregada, antara lain Cucuk lampah, Pembawa pusaka dan Rontek, Bregada BSW Gamping, Bregada Abdi dalem Kabupaten Sleman, Bregada Paguyuban Sekar Sedah, Bregada Gandrungarum Cangkringan, dll Disamping beberapa bregada yang mengikuti upacara , juga ada bregada Pamaos Donga dari Kemenag Sleman.
Dari beberapa Bregada tersebut diberangkatkan dari lima titik , yaitu dari Pendopo Parasamya kabupaten sleman, Perempatan KPU, Ngancar Kidul, Jalan Gito-Gati dan Mulungan. Acara diawali dengan pengambilan pusaka Tumbak Kyai Turunsih, Lambang Sleman, Juaja Mega Ngampak, Bendera Merah Putih dan Umbul-umbul yang selanjutnya dikirab menuju Lapangan Denggung. Upacara dipimpin oleh Inspektur Upacara Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Pada Upacara Puncak Hari Jadi ke 100 Kabupaten Sleman, Bupati Sleman Sri Purnomo melaporkan, peringatan Hari Jadi Kabupaten Sleman kali ini, merupakan peringatan satu abad usia Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman telah melwati berbagai dinamika baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Sehingga selama satu abad tersebut, telah membentuk kontruksi masyarakat dengan ciri khas sebagai masyarakat Sleman yang SEMBADA dan menjadi bagian yang tidak terpisahakan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat, dan budaya Sleman menjadi salah satu sokoguru keistimewaan Yogyakarta. Dan sebaliknya, Keistimewaan Yogyakarta menjadi payung agung yang ngayomi, ngiyupi, dan ngayemi masyarakat dan budaya Sleman.
Lebih lanjut Sri Purnomo melaporkan bahwa Tema dalam peringatan 1 abad Kabupaten Sleman adalah “DENGAN HARI JADI KE-100 KABUPATEN SLEMAN KITA KEDEPANKAN NILAI-NILAI BUDAYA DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT SLEMAN SEMBADA”. Nilai-nilai budaya senantiasa menjadi kunci keberhasilan pembanguan dan pemerintahan di Kabupaten Sleman. Nilai-nilai budaya adiluhung yang termanifestasikan dalam kearifan lokal masyarakat, semangat kebersamaan dan kegotong royongan, serta peduli kepada sesama, menjadi modal dasar dalam menggerakkan roda pembangunan dan pemerintahan. Pemerintah dan masyarakat terus berupaya membumikan nilai-nilai budaya adilihung ini, dalam membangun karakter generesi Sleman yang tanggap, terampil, tangguh, berdaya saing, dan berbudi pekerti luhur.
Dengan bersendikan pada nilai-nilai budaya ini pula, berbagai tantangan dan hambatan yang mendera masyarakat Sleman, dapat kami atasi. Namun dengan berlandaskan pada nilai-nilai budaya, masyarakat Sleman dapat segera bangkit, dan terus berupaya mewujudkan visi pembangunan yang kami tetapkan yaitu mewujudkan masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, berdaya saing, dan berkeadilan gender.
Gubernur DIY dalam sambutannya antara lain menyampaikan Sabda Tama bahwa dalam pemperingati hari jadinya ke 100 Kabupaten Sleman diharapkan akan dapat membawa masyarakat Sleman lebih sejahtera lagi, sebagaimana yang tertuang dalam slogan dan harapan masyarakat Sleman, yaitu Sleman Sembada.
Untuk mewujudkan Sleman yang Sembada harus dimulai dari aksi nyata hal-hal yang kecil, termasuk sebagai PNS Kabupaten Sleman harus bersatu padu dengan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan Sleman Sembada, tanpa sinergitas seluruh elemen maka Sleman Sembada sulit untuk terwujud. Sri Sultan juga meminta untuk tetap memperhatikan budaya dan hukum sebagai pedoman dalam melaksanakan tata pemerintahan dan tata kemasyarakatan di Kabupaten Sleman.
Untuk memeriahkan acara dilapangan Denggung juga dipentaskan tari kolosal ASTUNGKARA SEMBADA karya Adityanto Aji dengan sutradara Feri Catur Haryanto, penata tari Ari Kusumaningrum, Anang Wahyu Nugroho, Indra Wijaya dan Setiawan Jalu P . penata iringan Aji Santoso Nugroho, dan penata busana oleh Agus Marwanto. Sinopsis ASTUNGKARA SEMBADA menggambarkan Doa untuk merkamuran dan kejayaan Kabupaten Sleman pada masa datang. Sajian tari menceritakan perjalanan Kabupaten Sleman yang diawali Rijksblad no. 11 Tahun 1916 tanggal 15 Mei 1916 yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta dalam 3 Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), erupsi Merapi dengan budaya labuhan Merapi, kekacauan yang terjadi saat jaman penjajahan Jepang, dan diakhiri dengan munculnya KRT Pringgodiningrat dari dalam Tugu Sleman Sembada sebagai sosok Bupati pertama Sleman (1945-1947).
Diakhir rangkaian Upacara dilakukan pelepasan 100 ekor burung merpati oleh Gubernur DIY dan Bupati sleman, serta devile pasukan peserta upacara yang mendapat sambutan yang cukup meriah dari tamu undangan dan masyarakat yang menyaksikan.
Upacara Puncak Hari Jadi Sleman ke 100, juga dilakukan di Kantor Kecamatan dan setiap sekolah di Kabupaten Sleman dengan guru dan siswa juga memakan pakaian kebaya adat Jawa bagi perempuan dan laki-laki memakai Surjan Mataraman Jangkep dengan tata upacara menggunakan tata Upacara Adat Ngayogyakarto Hadiningrat. Kegiatan ini dimaksudkan agar hari jadi dapat memasyarakat karena Hari Jadi bukan merupakan milik Pemkab Sleman tetapi merupakan milik masyarakat Kabupaten Sleman dan lebih mengenalkan budaya daerah kepada para siswa. Sementara itu seluruh pegawai Pemkab Sleman diwajibkan memakai kebaya adat Jawa bagi PNS perempuan dan untuk PNS Laki-laki memakai Surjan Mataraman Jangkep. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat juga diwajibkan menggunakan bahawa Jawa Kromo.