Sleman Tambah 5 Sekolah Siaga Bencana
Raungan sirine tanda bahaya Merapi membuyarkan konsenterasi kegiatan belajar mengajar SD Glagahharjo siang itu. Poniyam sang kepala sekolah sontak mengumpulkan para guru wali kelas untuk berkoordinasi, tak lama para siswa digiring menuju halaman sekolah dengan posisi tas menutupi kepala. Ketegangan semakin menjadi, raut wajah takut dan kebingungan tidak dapat disembunyikan dari balik masker yang menutupi wajah mereka. Empat truk evakuasi dari BNPB dan dua mobil ambulan pun datang, para guru dan tim evakuasi bergegas menaikkan siswa untuk dievakuasi ketempat yang lebih aman. Kurang lebih demikian situasi yang tergambar dalam simulasi bencana yang menjadi rangkaian acara dalam peresmian Sekolah Siaga Bencana (SSB) yang diadakan oleh BPBD DIY dan Dikpora Kabupaten Sleman di SD Glagaharjo, Cangkringan, Sleman pada Selasa (29/3).
Sekretaris BPBD DIY Heru Suroso yang hadir dalam acara tersebut mengungkapkan bahwa ada lima sekolah di Cangkringan yang dikembangkan sebagai SSB yaitu SD Negeri Srunen, SD Negeri Glagaharjo, SD Negeri Bronggang, SD Negeri Banaran, dan SD Muhammadiyah Cepitsari. Menurutnya, dengan lahirnya SSB ini diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang mandiri dan tangguh dalam menghadapi bencana. “Kapasitas dan eksistensi simulasi harus kita jaga supaya tercipta masyarakat tangguh bencana”, ungkap Heru.
Kepala Dikpora Kabupaten Sleman Arif Haryono SH. mewakili sambutan Bupati Sleman mengungkapkan bahwa dengan diresmikannya lima SD di Kecamatan Cangkringan sebagai sekolah siaga bencana, maka Kabupaten Sleman sampai saat ini telah memiliki 13 sekolah yang berpredikat sebagai Sekolah Siaga bencana. Bupati dalam sambutannya menghimbau agar mitigasi bencana harus menjadibagian dari budaya dan local wisdom masyarkat Sleman. Oleh karena itu pembinaan dan pelatihan cara penanggulangan bencana harusdimulai sejak dini. Diperlukan kesiapsiagaan semua pihak menghadapi bencana sebagai langkah strategis dalam pengurangan resiko bencana, tidak terkecuali di lingkungan sekolah. Mitigasi bencana harus diperkenalkan dan diajarkan di bangku sekolah, bahkan sejak jenjangyang paling bawah. Siswa-siswa sangat perlu diberi pemahaman dan pembinaan bagaimana cara penanggulangan dan mitigasi bencana.
Ditemui diakhir acara peresmian, Poniyam S.Pd selaku Kepala SD Glagaharjo mengungkapkan bahwa sekolah yang dipimpinnya rutin menggelar acara simulasi dua kali sebulan dengan BPBD. Hal tersebut dilakukannya bersama jajaran guru dan para siswa karena sadar lokasi SD Glagaharjo termasuk dalam kategori daerah rawan bencana. Menurutnya pada November 2010 SD glagaharjo terkubur material akibat erupsi Merapi dan baru direlokasi pada Januari 2012.
Tidak hanya dari simulasi saja namun Poniyam juga bekerjasama dengan wali murid dalam mendukung sarana dan prasarana terutama dalam hal transportasi untuk evakuasi. ”Kami bekerjasama dengan para wali murid untuk armada pengangkut ketika terjadi bencana, karena kami harus sigap tidak mungkin terlalu lama menunggu bantuan armada dari instansi terkait saat bencana terjadi”, ungkap Poniyam.