Puncak perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1938 Umat Hindu DIY ditandai dengan acara Sima Krama (Silaturahmi) Dharma Santi, di Gedung Serbaguna Sleman, Sabtu, 19 Maret 2016. Acara dihadiri oleh perwakilan umat Hindu di DIY baik dari Sleman, Kota, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul sekitar 1500 umat. Hadir dalam kesempatan ini Bupati dan Wakil Bupati Sleman, Wakil Ketua DPRD, Camat Sleman serta unsur SKPD Sleman. Juga tokoh-tokoh pemuda agama Hindu se DIY serta Pemuka agama dari Bali Ida Perdanda Gede Made Gunung.

Acara cukup meriah dengan ditabuhnya kolaborasi secara bergantian kesenian gamelan Jawa dan gamelan Bali yang mengiringi nyanyian maupun tarian. I Wayan Ordiyasa, M.Kom, M.T. selaku Ketua Umum Panitia melaporkan berbagai kegiatan dalam rangka perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1938 Umat Hindu DIY Tari Pendet Massal di Candi Prambanan, Labuhan Suci Melasti di Pantai Ngobaran dan Parangkusumo, Nyepi keliling candi dan Kirab Ogoh-ogoh, selain itu juga dilaksanakan bakti sosial di beberapa kecamatan di DIY serta di Panti Wreda Budi Dharma Yogyakarta, lomba membuat sesajen, “Tema tahun ini adalah toleransi dalam keberagaman menuju masyarakat yang adil dan sejahtera,” .

Bupati Sleman dalam sambutanya menyambut baik acara Sima Krama (Silaturahmi) Dharma Santi, sebagai bentuk kebersamaan dalam kebhinekaan umat beragama. Acara seperti ini juga sebagai upaya meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bupati juga mengingatkan agar umat Hindu untuk menjaga hubungan yang harmonis antar umat beragama, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam semesta, Di tengah keberagaman toleransi menjadi kebutuhan yang utama untuk tetap dijaga dalam menciptakan suasana yang kondusif dan dimanis dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan khususnya di Kabupaten Sleman.

Selanjutnya acara dilanjutkan dengan penyalaan 9 dupa suci toleransi oleh Bupati, Wakil Bupati, DPRD dan perwakilan umat beragama sebagai bentuk upaya mewujudkan toleransi antar umat beragama.

Dalam kesempatan ini tokoh agama Hindu dari Bali Ida Perdanda Gede Made Gunung juga memberikan Dharma Wacana kepada umat Hindu yang hadir yang mengingatkan pentingnya merenungkan siapa diriku ini, untuk apa aku hidup di sini, kemana setelah hidup di sini dan apa saja yang bisa kubawa kesini sebagai sarana untuk membangkitkan kehidupan setiap hari dalam kehidupan bersama dimasyarakat. Perbedaan yang ada adalah anugerah, untuk itu harus dikelola perbedaan itu agar menjadi indah. Ida mencontohkan adanya gamelan Jawa dan Bali, semuanya banyak perbedaannya tetapi masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri dan mereka sadar kapan harus dimainkan sehingga menghasilkan suara yang indah dan merdu untuk didengar. Kebersamaan dan toleransi dasarnya adalah kesadaran, untuk itu yang terpenting adalah sadarkan diri sendiri terlebih dahulu.