Hasil Penyusunan Proyeksi Penduduk Sleman Ditetapkan
Pemkab Sleman berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan berwawasan kependudukan. Namun persoalannya, selama ini data penduduk yang komprehensif bisa dikatakan masih terbatas.
Otonomi daerah menempatkan Kabupaten/Kota sebagai pusat-pusat pembangunan yang berkewenangan mengatur dan menentukan arah pembangunannya, namun demikian pembangunan yang dilaksanakan tetap harus mengacu pada kerangka pembangunan nasional yaitu pembangunan yang berwawasan kependudukan dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk yang dirinci menurut kelompok umur, jenis kelamin dan wilayah tertentu guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam merencanakan kebijakan sektor maupun program intervensi sektoral terkait dalam upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan penduduk. Hal itu dikatakan Kabid Perencanaan dan Perkembangan Kependudukan Dinas Pendaftaran Penduduk dan Capil Sleman Suyati Ngesti Wahyuni, SH dalam acara Rapat Penetapan Hasil Penyusunan Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota di Kabupaten Sleman, di Ruang Delta Grha Sarina Vidi, Kamis, 29 Juli 2010.
Kegiatan ini merupakan proyek percontohan nasional dari Direktorat Proyeksi Dan Penyerasian Kebijakan Kependudukan DEPDAGRI yakni Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kota Bogor. Peserta pertemuan ini dari Dinas dan Instansi di Kabupaten Sleman dengan nara sumber dari Direktorat Proyeksi Dan Penyerasian Kebijakan Kependudukan DEPDAGRI dan pembahas utama dari Kepala Dinas Pengelolaan KB, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kepala BPS.
Wakil Bupati Sleman Drs. H. Sri Purnomo dalam sambutan yang dibacakan oleh Supardi, SH. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengatakan, wakil Bupati wakil Pemkab Sleman berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan berwawasan kependudukan. Namun persoalannya, selama ini data penduduk yang komprehensif bisa dikatakan masih terbatas. Data-data tersebut sifatnya masih terbatas hanya pada periode tertentu saja, misalnya seperti Sensus yang hanya memetakan data penduduk pada periode 10 tahun saja. Padahal di sisi lain dinamika kehidupan masyarakat di Sleman sangat cepat berubah. Sehingga data-data penduduk yang ada akhirnya dinilai kurang sesuai jika digunakan dalam penyusunan kebijakan pemerintah dan perencanaan daerah. Terlebih sebagai daerah yang dikenal sebagai tujuan pendidikan dengan banyaknya universitas baik negeri maupun swasta, pusat pertumbuhan dan kawasan aglomerasi Kota Yogyakarta. Konsekuensi logisnya, Sleman menjadi daya tarik bagi mobilitas penduduk untuk tinggal di Sleman baik menetap atau sementara. Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik, Pemkab Sleman jelas membutuhkan data kependudukan yang valid dan up to date. Data ini penting untuk pembuatan kebijakan pembangunan, perumusan perencanaan pembangunan dan pemberian pelayanan pemerintahan. Namun, karena keterbatasan sisi anggaran, Pemkab Sleman belum bisa melaksanakan pendataan kependudukan penduduk yang tinggal di Sleman baik yang menetap, tinggal sementara atau mereka yang nglaju dari daerah lain di sekitar Sleman untuk bekerja atau belajar.Mengingat besarnya anggaran yang harus dialokasikan untuk melakukan up date, pendataan penduduk atau sensus penduduk, maka proyeksi penduduk seperti tertuang dalam UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada. Proyeksi ini penting karena dinamika kependudukan di Sleman sangat tinggi. Sebagai gambaran di tahun 2005, jumlah penduduk Sleman tercatat 905.325 jiwa. Tahun 2008, meningkat menjadi 1.090.250 jiwa. Sementara di tahun 2009 lalu, berdasarkan data di Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan tercatat 1.103.119 jiwa.Sementara dari sisi kualitas, dari tahun ke tahun penduduk Sleman juga terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sleman yang selalu menunjukan tren meningkat. Di tahun 2008 IPM Sleman mencapai 77,02. Capaian ini menunjukkan peningkatan 0,32 poin dari IPM tahun 2007 yang mencapai 76,70. IPM yang dicapai Sleman ini merupakan yang tertinggi untuk kabupaten se Indonesia. IPM ini disusun atas dasar 3 komponen, yakni lamanya hidup diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan yang layak. Sedangkan data penunjang analisis meliputi bidang ketenagakerjaan, bidang ekonomi, bidang kesehatan dan bidang pendidikan.