Gladi lapang penanggulangan bencana  yang berlangsung di Desa Sindumartani Ngemplak Sleman Sabtu 17 Mei 2014 menggambarkan bagaimana hiruk pikuknya masyarakat dalam menghadapi bencana lahar dingin dari Gunung Merapi. Dengan melibatkan puluhan relawan dan ratusan masyarakat  melakukan simulasi layaknya terjadi bencana sungguhan. Suasana simulasi seakan seperti terjadi bencana sungguhan, karena banyak dari mereka yang menangis. Beberapa dari mereka saat dijumpai usai simulasi menyampaikn bahwa mereka teringat akan kejadian bencana tahun 2010 yang lalu. Sebagian dari peserta simulasi mengalami kejadian tersebut secara langsung, bahkan tidak sedikit dari mereka yang kehilangan anggota keluarganya. Dalam simulasi tersebut banyak kejadian yang menggambarkan kepanikan dan sibuknya masyarakat untuk menyelamatkan diri, bahkan juga menyelamatkan harta benda yang bisa dibawa, termasuk hewan piaran.

Sementara itu Bupati Sleman Sri Purnomo yang juga hadir dan mengukuhkan Desa Tangguh Bencana Desa Sindumartani Ngemplak, Desa Kepuharja Cangkringan dan Desa Wukirsari Cangkringan mengatakan bahwa masyarakat di daerah rawan bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan masyarakat. Perlu kita sadari bahwa dalam setiap mitigasi bencana, dukungan dari masyarakat dan dukungan tim relawan mutlak diperlukan. Masyarakat juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam meng­ha­dapi bencana, dengan harapan kesiapsiagaan tersebut dapat bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam mengantisipasi jatuhnya korban jiwa. Saat ini terdapat kurang lebih 5000 jiwa penduduk Sindumartani yang berada di daerah ancaman lahar hujan.

Gladi lapang memang sudah seharusnya dilaksanakan secara periodik meng­ingat Gunung Merapi mengalami perubahan perilaku sehingga kesiapan dan kewaspa­daan menjadi hal yang utama dalam menghadapi bencana. Peran masyarakat dalam mitigasi bencana men­jadi sangat penting, karena masyarakat merupakan subyek, obyek, sekaligus sumber pokok dalam usaha pengurang­an resiko bencana. Agar memberikan manfaat yang optimal, rencana mitigasi harus mengadopsi dan mem­per­hatikan kea­rifan local (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (tradi­tional knowledge) yang ada dan berkem­bang dalam masyara­kat. Hal ini dikarenakan kedua aspek tersebut merupakan faktor penentu dalam keberha­silan upaya pengurangan resiko bencana. Lebih lanjut disampaikan bupati bahwa untuk pembangunan jalur evakuasi, BNPB mengalokasikan dana total Rp 20,75 milyar untuk Pemkab Sleman yang diperuntukan bagi 4 ruas jalan jalur evakuasi, dan Bupati berharap pembangunan ruas jalan tersebut dapat dimulai pengerjaannya pada bulan Juni 2014 dan selesai secepatnya.

Sedangkan Kepala Pelaksana BPBD DIY Ir. Gatot Saptadi menyampaikan bahwa gladi lapang tersebut sangat penting, karena dalam gladi tersebut untuk menguji perencanaan kontijensi/protap yang telah disusun, karena sebaik aapapun protap yang telah ditetapkan tetapi jika belum pernah dilakukan simulasi maka perencanaan tersebut aakan kura ng maksimal, maaka dengan kegiatan simulasi tersebut diharapkan akan  meningkatkan ketangguhan masyarakat didalam menanggulangi bencana, mesyarakat yang berhadapan laangsung dengan ancaman bahaya ditingkatkan kesiapsiagaannya , apabila sewaktu waktu terjadi bencana telah siap siaga dengan mengerahkan segala potensi dilingkungannya.

Pada kesempatan tersebut bupati sleman juga menyerahkan bantuan berupa Tenda untuk Desa Kepuharjo dan Wukirsari , Papan nama Desa Tangguh Bencana untuk desa Sindumartani Ngemplak, Kepuharjo dan Wukirsari.Panan nama jalur wvakuasi Desa Argomulyo, Alat komunikasi berupa HT untuk penjaga EWS, Megaphone untuk padukuhan Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Srunen, Turgo, Kaliurang Timur dan Kaliurang barat, Tas siaga bencana peserta pelatihan desa tangguh  desa Kepuharjo dan desaa Wukirsari masing-masing 40 buah, dan untuk desa Sindumartani 30 buah, serta untuk kelompok rentan dusun Kalitengah Lor dan Kalitengah Kidul masing-masing 20 buah.