Bambu Menjadi Komoditas Unggulan Sleman
Dalam sambutannya Bupati Sleman menyampaikan bahwa, Industri kerajinan bambu telah banyak dikembangkan di Kabupaten Sleman mengingat tingkat ekonomis dan prospeknya yang bagus. Di Sleman telah terbentuk tiga sentra kerajinan bambu diantaranya di Dusun Sendari, Tirtoadi, Mlati yang memfokuskan pada produk furniture sedangkan Dusun Brajan, Sendangagung, Minggir dan Dusun Margoagung, Seyegan memfokuskan pada produk mebel bambu. Di luar kedua wilayah tersebut cukup banyak masyarakat Sleman yang memiliki mata pencaharian di bidang kerajinan bambu Sebagai gambaran pada akhir tahun 2012 di Sleman terdapat 1.759 unit usaha yang mengelola kerajinan bambu, yang terkonsentrasi di Mlati, Moyudan, Minggir dan Godean. Jumlah tersebut menyerap tenaga kerja sebesar 3.497 tenaga kerja dengan nilai investasi sebesar Rp 10 milyar lebih dan nilai produksi sebesar Rp 13 milyar lebih. Hasil dari industri kerajinan bambu tersebut juga telah menembus pangsa pasar dunia. Potensi bambu yang sedemikian prospektif, sangat disayangkan apabila masyarakat tidak memanfaatkan potensi bambu. Karena disamping manfaatnya yang begitu besar, bambu juga berperan penting dalam konservasi air dan sumber daya alam lain. Pemerintah Kabupaten Sleman berkomitmen untuk menjadikan Sleman sebagai sentra bambu dengan mengoptimalkan potensi industri bambu dari hulu ke hilir. Salah satu langkah yang diambil Pemkab Sleman untuk menjadikan bambu sebagai komoditas unggulan diantaranya dengan menetapkan bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) Unggulan di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Sleman No. 306/Kep.KDH/A/2013 pada tanggal 29 Agustus yang lalu. Komitmen ini harus ditindaklanjuti dengan meningkatkan produksi bambu baik dari sisi budidaya hingga produk olahan bambu. Populasi tanaman bambu di Sleman cukup banyak. Pada tahun ini jumlahnya mencapai 733.545 batang, yang sebagian besar berada di Pakem, Cangkringan dan Turi. Meskipun demikian industri bambu di Sleman masih kekurangan bahan baku bambu khususnya jenis bambu petung, apus, wulung dan tutul. Dengan potensi yang masih terbuka lebar tersebut, maka sangatlah tepat bila bambu menjadi salah satu komoditas yang dibudidayakan dan dikembangkan di Sleman. Namun demikian, mengingat lahan di Kabupaten Sleman juga dipertuntukkan untuk lahan pertanian, saya harap masyarakat tidak mengalihfungsikan lahan pertanian melainkan dapat memanfaatkan kembali lahan-lahan kritis yang banyak terdapat di Kecamatan Cangkringan, Ngemplak, Pakem, Turi, Moyudan, Minggir dan Berbah. Intensifikasi penanaman bambu juga dapat dilakukan di daerah aliran sungai diantaranya Sungai Progo, Sungai Kuning, Sungai Boyong dan Sungai Opak khususnya di daerah hulu sungai. Tanaman bambu jika dikelola secara benar memiliki nilai ekonomis tinggi serta banyak diminati masyarakat. Oleh karena itu bambu sangat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat angka panjang. Namun emikian tanaman bambu yang mudah dibudidayakan ini membutuhkan masa tanam yang cukup lama antara 3-5 tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, jika Sleman berkomitmen sebaai sentra bambu maka perlu langkah strategis bagi pembudidaya agar memperoleh pendapatan sebelum masa panen. Tentunya hal ini memerlukan pemikiran bersama dari para pemerhati bambu. Upaya pengembangan potensi bambu di Kabupaten Sleman merupakan agenda besar bagi seluruh instansi di Kabupaten Sleman. Karena itu diperlukan komitmen bersama dari swasta dan masyarakat agar pengembangan tanaman bambu dari hulu hingga ke hilir dapat terealisasi, terkoordinasi dan terintegrasi. Berkenaan dengan hal tersebut, melalui dialog multi pihak ini, Sri Purnomo berharap dapat memunculkan gagasan dan ide-ide yang dapat menyatukan komitmen dan perencanaan dalam pengembangan bambu di Sleman.