Hari Minggu, 6 Januari 2013 di Dusun Tambakbayan diadakan acara perayaan Natal bersama umat Kristiani Padukuhan Tambakbayan dan temu warga dalam rangka kesyukuran Penetapan UUK DIY.  Dalam kegiatan ini berkesempatan hadir Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Bupati Sleman Drs.H.  Sri Purnomo, M.SI, Ketua Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Yogyakarta KH. Muhaimin, Kapolres Sleman, Kepala Desa Catur Tunggal, perwakilan dari kampus disekitar dusun Tambakbayan (Atmajaya, STTNAS, Sanata Dharma,Universitas Proklamasi 45, dll), perwakilan Mahasiswa Belu, Alor, Papua, dan Maluku Tenggara.  KH. Muhaimin bertindak sebagai moderator dalam kegiatan dialog temu warga ini.  Kegiatan yang difasilitasi oleh FPUB ini memiliki tujuan untuk mempertemukan antara pemerintah, warga masyarakat dan mahasiswa yang khususnya dari wilayah Indonesia Timur.  Kegiatan ini dinilai perlu karena selama ini sering terjadi gesekan antara warga dan mahasiswa yang berasal dari Indonesia
Timur yang sedang menuntut ilmu diwilayah Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Sleman. Di kabupaten Sleman terdapat 22 Universitas baik swasta maupun negeri, dan khususnya di pedukuhan Tambakbayan terdapat 10 Universitas.  Perwakilan dari mahasiswa Indonesia Timur menyampaikan terlebih dahulu gagasannya, yaitu tentang penerbitan perda yang mengatur tentang kos-kosan agar lebih tertib dan teratur, toleransi untuk saling memahami bahwa setiap etnis yang ada di Indonesia memiliki budaya yang berbeda sehingga dapat menghindari gesekan dan permasalahan dengan warga sekitar, mahasiswa dari Indonesia Timur diharapkan untuk membaur dengan warga karena apabila tetap berkumpul dengan sesama asli daerahnya yang timbul adalah ego sektoral dan akan sangat mudah menjadi permasalahan antar kelompok apabila terjadi gesekan atau kesalah pahaman.
Dari pihak perwakilan Universitas, siap untuk membantu penyusunan SK Gubernur yang berhubungan dengan pengaturan kos-kosan yang ada di Yogyakarta dan juga akan memberikan kegiatan yang positif bagi mahasiswa Indonesia Timur yang ada di Yogyakarta agar dapat menambah keahlian mereka, sehingga ketika kembali ke daerahnya tidak hanya membawa ijazah saja, tapi juga memiliki keahlian dan siap untuk bekarya didaerah asalnya. 
Setelah seluruh perwakilan menyampaikan gagasannya Sri Sultan HB X memberikan tanggapannya, Gubernur DIY memahami apa yang menjadi kegelisahan warga masyarakat Indonesia Timur yang ada di Yogyakarta, karena banyak diantara mereka yang berangkat dari kampung halamannya memiliki tujuan yang mulia yaitu untuk belajar di Yogyakarta, dan kadang-kadang mereka juga membawa budaya yang berasal dari daerah asalnya yang sering kali memiliki perbedaan dengan daerah yang ditempati, sehingga sering terjadi permasalahan.  Sri Sultan HB X berpesan kepada mahasiswa Indonesia Timur jangan menjadi orang Jawa, tetapi jadilah menjadi orang Maluku, Belu, Papua, dll yang bermoral baik.  Karena setiap suku itu memiliki identitas masing-masing dan itu dijamin oleh konstitusi, bapak-bapak Bangsa ini menyadari bahwa perbedaan yang ada didalam bangsa ini adalah modal sosial yang berharga bukan suatu masalah.  Yang dibutuhkan sekarang ini adalah bagaimana  cara untuk memahami etnik
lain dan budaya lain, karena untuk memahami perbedaan tersebut membutuhkan pengorbanan, dalam artian introspeksi sehingga dapat meminimalisir kesalahpahaman.  Sri Sultan HB X berharap agar kepala daerah agar tidak memberikan ijin untuk pendirian Asrama Mahasiswa yang mengkhususkan diri untuk daerah-daerah tertentu, karena almarhum Sri Sultan HB IX tidak mengijinkannya pada waktu itu, karena beliau beranggapan kalau di asrama yang hanya satu wilayah maka tidak terjadi dialog budaya antar etnik.  Kalau di kos-kosan yang terdiri dari banyak etnik maka terjadi dialog antar budaya, transformasi, dan akulturasi budaya sehingga dapat meminimalisir kesalah fahaman.  Gubernur berharap agar setiap etnik yang ada di Yogyakarta dapat membangun kebersamaan, sehingga di Yogyakarta dapat tercipta kedamaian dan keharmonisan sehingga pembangunan di Yogyakarta dapat berjalan dengan lancar dan baik.