Ekspose Peta Kolaboratif dan Arahan Zonasi KRB Merapi
Ancaman bencana erupsi gunung Merapi harus selalu diwaspadai oleh seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal atau beraktivitas di lereng gunung Merapi. Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari bencana tersebut, Bappeda Kabupaten Sleman menggelar acara Ekspose Peta Kolaboratif dan Arahan Zonasi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi, Kamis (28/12), bertempat di The Alana Hotel. Pada acara tersebut disampaikan paparan terkait Arahan Zonasi KRB di Merapi oleh Sekretaris Bappeda Kabupaten Sleman, Arif Setio Laksito.
Arif mengatakan bahwa sebelumnya Bappeda Kabupaten Sleman telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan stakeholder terkait pada tanggal 28-29 November lalu di The Atrium Hotel & Resort. FGD diadakan untuk menyepakati batas zona KRB Merapi, dengan membandingkan aturan-aturan yang berlaku di KRB. Aturan-aturan tersebut diantaranya Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Kabupaten Sleman, Peta Area Terdampak Erupsi dan Lahar Dinging Gunung Merapi dan Peta Kolaboratif Skala Besar Zona Rawan Bencana Erupsi Gunung Merapi. Setelah disepakati, kemudian disusun dalam bentuk Dokumen Peta Kolaboratif dan Arahan Zonasi.
Arif juga memaparkan poin-poin penting Arahan Zonasi sebagai arahan pengelolaan kegiatan di KRB, diantaranya; zona L1 dan L2 dilarang untuk pemukiman sedangkan zona L4 diperbolehkan untuk rumah yang sudah terbangun dan aman pada erupsi Merapi 2010. Kegiatan perkantoran diarahkan pada kawasan budidaya, sedangkan pada zona lindung terbatas untuk kantor pemerintahan setempat. Kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan budidaya B1 dan B2, dan kegiatan peternakan dibatasi pada peternakan eksisting.
Sementara itu, kegiatan pariwisata diarahkan dalam bentuk wisata alam dengan ketentuan bangunan hanya untuk saran/prasarana minimal, dan wisata budaya yang hanya dilakukan pada masa-masa tertentu. Zona lindung diarahkan untuk tempat evakuasi sementara, penyediaan sarana air baku dan kegiatan tidak terbangun. Sedangkan kegiatan industri dibatasi pada skala home industri yang dilakukan oleh penduduk setempat dengan pemperhatikan kearifan lokal. Apabila ingin mengembangkan industri tersebut dalam skala yang lebih besar maka harus mencari lokasi yang tidak termasuk dalam deliniasi Peta Kolaboratif.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman, Sumadi, dalam sambutannya mengatakan bahwa keberhasilan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam penanganan bencana erupsi gunung Merapi 2010 lalu harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah pasca bencana, salah satunya dengan penentuan zonasi KRB gunung Merapi. Ia berharap seluruh masyarakat dan stakeholder mampu bekerjasama dalam rangka membangun komitmen terkait penanganan mitigasi bencana gunung Merapi.
“Kita kemarin mendapat apresiasi dari Pemerintah Kota Kagoshima Jepang dalam hal mitigasi bencana letusan gunung Merapi 2010 lalu. Maka setelah bencana usai, beberapa upaya masih kita lakukan. Salah satunya dengan melakukan penataan ruang dan wilayah di Kabupaten Sleman untuk mengurangi risiko bencana,” jelasnya.