Jul
24
Sleman Tampilkan ‘Kala Murda’ Dalam Festival Erau 2017
Kabupaten Sleman melalui Dinas Kebudayaan akan unjuk gigi menampilkan Sendratari ‘Kala Murda’ dalam gelaran even bertaraf internasional ‘Festival Erau 2017′ di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (25/7) nanti.
Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, Edy Winarya S.Sn menyampaikan bahwa selain penampilan dari kontingen lokal, even ini juga akan diikuti oleh kontingen manca negara seperti Slovakia, Thailand, India, dan Polandia. Dalam penampilannya nanti kontingen Sleman melibatkan 21 penari dan 7 pengrawit dengan sutradara Anang Wahyu Nugroho dan Penata Tari Willy Hendratmoko.
Edy menjelaskan bahwa keikutsertaan Kabupaten Sleman dalam even tersebut merupakan misi kesenian dengan tujuan memperkenalkan seni budaya Kabupaten Sleman. “Selain itu juga untuk memacu kreativitas seniman dan menambah wawasan dalam mengembangkan ide gagasannya sehingga seni kerakyatan menjadi suatu pertunjukan baru dan inovatif”, ungkapnya dalam gladi bersih di Gedung Kesenian Sleman, Sabtu (22/7).
Menurutnya ‘Kala Murda’ yang diartikan Kala (peristiwa) Murda’ (besar) merupakan fragmen peristiwa besar awal terjadinya prosesi Upacara Labuhan Merapi. Diceritakan bahwa Ratu Laut Kidul yang terusik dengan kehadiran Ki Juru Taman (Demang Sutowijoyo) yang bersemedi di pesisir pantai selatan untuk meminta bantuan merombak alas Mentaok menjadi sebuah kerajaan. Ratu Kidul kemudian mengabulkannya dengan memberikan ‘Endog Jagat’ untuk dimakan dan seketika itu Demang Sutowijoyo berubah menjadi raksasa yang disebut Pangeran Prabu Jagat. Raksasa ini dipercaya sebagai penunggu Gunung Merapi.
Fragmen kemudian berlanjut penggambaran suasana pedesaan lereng Merapi dengan aktivitas anak-anak yang sedang bermain dan warga menambang pasir diiringi tembang /kekidungan isi jagat oleh Mbah Marijan (Kidung ini menjadi simbol awal dari upacara Labuhan Merapi). Seketika suasana berubah panik, Mbah Maridjan dalam semedinya ditemui oleh Ratu Kidul dan Pangeran Prabu Jagat yang menjadi pertanda Merapi akan mengeluarkan isi perutnya. Kemudian Mbah Maridjan memimpin warga untuk menyiapkan upacara Labuhan Merapi dengan diawali doa-doa berupa tembang yang diikuti warga. “Digambarkan kepala raksasa kemudian pergi sebagai simbol ketenangan dan ketentraman warga setelah melakukan prosesi Labuhan Merapi”, tambah Edy.