Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun, mengungkapkan pihaknya akan berupaya meningkatkan ekspor kopi dari lereng gunung Merapi atau yang dikenal dengan Kopi Merapi. Hal ini disebabkan banyaknya permintaan Kopi Merapi dari berbagai negara. “Saat ini kita sudah ekspor Kopi Merapi itu ke Eropa (Finlandia), tapi itu masih jauh dari permintaan, masih sedikit sekali”, ungkapnya saat acara Pelepasan Ekspor Komoditas Pertanian Unggulan DIY dan Jateng, Selasa (30/7), di Balai Karantina Pertanian Kelas II, Maguwoharjo, Depok, Sleman.

Dikatakan bahwa hal itu sesuai dengan imbauan Gubernur DIY yang mengatakan supaya lereng merapi seluruhnya ditanami kopi untuk memenuhi permintaan pasar. Menurutnya Kopi Merapi yang ditanam di tanah vulkanik menyebabkan Kopi Merapi mempunyai cita rasa yang khas. Hal inilah yang membuat rasa Kopi Merapi unik dan beda dengan kopi lainnya. “Ini kita cari bibitnya dulu. Yang susah kan bibitnya”, ungkapnya.

Hadir pula pada acara tersebut Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI, Dr. Ali Jamil. Ia mengatakan setidaknya ada empat strategi akselerasi eskpor komoditas pertanian. Pertama, peningkatan jumlah eksportir melalui generasi milenial bangsa. Kedua, diversikasi produk atau barang setengah jadi. Ketiga, meningkatkan frekuensi pengiriman, dan terakhir membuka pasar ekspor baru. “Dibawah kepemimpinan Menteri Pertanian yang sekarang ini nilai ekspor komoditas pertanian naik 10% atau 400 Trilyun dibanding era sebelumnya”, kata Ali di sela acara yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur DIY, KGPAA Sri Paduka Paku Alam X itu.

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pelepasan ekspor komoditas pertanian secara simbolis. Diantara komoditas pertanian yang diekspor tersebut adalah tanaman hortikultura seperti salak Sleman ke Kamboja dan kayu Albasia ke Cina. Selain itu ada juga biji pala dan pala bubuk, bunga cengkeh, vanila dan gula kelapa yang dikirim ke tujuh negara, yakni Perancis, Amerika Serikat, Jerman dan Belanda dengan nilai Rp 15,6 miliar. Kemudian ada 50 ton kulit kayu manis berbentuk stik kering dan pecahan kering yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan nilai Rp 3,36 miliar yang diekspor ke Amerika Serikat dan Perancis.