Sleman Serius Tangani Stunting
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman selenggarakan Workshop Penyusunan Peraturan Bupati tentang Program Inovasi Untuk Percepatan Penanggulangan Stunting pada Kamis (04/07/19).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman menuturkan bahwa workshop tersebut perlu dilaksanakan untuk memberikan hasil yang maksimal dalam penanggulangan stunting di Kabupaten Sleman.
Joko menjelaskan bahwa stunting menjadi salah satu dari lima isu strategis yang menjadi prioritas dalam pembangunan kesehatan nasional selain angka kematian ibu (AKI)/ angka kematian neonatal (AKN), tuberculosis (TBC), penyakit tidak menular (PTM) dan cakupan imunisasi dasar lengkap.
Menurutnya penanggulangan stunting tidak bisa berhasil jika hanya dilakukan dinas kesehatan saja, namun harus berjalan bersama-sama dengan program yang terstruktur melibatkan semua sektor terkait. “Upaya untuk menanggulangi stunting di OPD terkait sudah berjalan, jika dikoordinir melalui perbup tentunya akan memberikan hasil yang lebih maksimal,” kata Joko.
Menurutnya penanganan kasus stunting di Kabupaten Sleman saat ini melibatkan dinas terkait diantaranya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas P3AP2KB, Dinas Sosial, BAPPEDA, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pendidikan, Dinas Lingkungan Hidup serta Badan Keuangan dan Aset Daerah.
Sementara itu, Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun yang hadir membuka workshop tersebut mendukung rancangan Perbup terkait penanganan stunting yang dibahas dalam workshop tersebut. “Diharapkan rancangan perbup ini nantinya setelah jadi perbup dapat mempercepat penanganan stunting di Kabupaten Sleman,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa meskipun stunting di Kabupaten Sleman sudah sangat rendah dibandingkan dengan angka nasional, tetapi perlu upaya untuk mempertahankan bahkan menurunkan kasus stunting yang ada di Kabupaten Sleman. “Balita stunting dan kurus masih tinggi di Indonesia yaitu balita stunting sebanyak 30,8% dan balita kurus 6,7%. Sedangkan di Kabupaten Sleman tahun 2018 menunjukkan prevalensi balita stunting 11,00%, balita gizi kurang 7,32% dan balita kurus 3,97 % dimana secara statistik, angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017,” jelasnya.
Menurutnya penanggulangan stunting dilakukan dengan intervensi spesifik oleh bidang kesehatan hanya mengatasi 30% masalah saja, sedangkan 70% menjadi tanggung jawab sektor di luar kesehatan. Ia mencontohkan bahwa penanggulangan stunting dapat dilakukan dengan dana desa sesuai musyawarah desa.
“Dana desa dapat di manfaatkan untuk penaganan dan pencegahan stunting seperti pembangunan atau rehab Poskesdes, Polindes dan Posyandu, penyediaan makanan sehat untuk balita, pembangunan sanitasi dan air bersih, MCK, serta pembinaan kader kesehatan masyarakat,” kata Muslimatun.
Lebih lanjut, Sri Muslimatun menuturkan bahwa untuk pencegahan stunting bisa dilakukan dengan cara menimbang setiap bulan dan paling penting yaitu pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) yang dimulai sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Ia juga menjelaskan bahwa tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pencegahan stunting yaitu pola makan, pola asuh serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Selain itu stunting bisa dicegah melalui periksa minimal 4 kali di Puskemas atau pelayanan kesehatan dan menimbang setiap bulan di Posyandu dengan membawa buku KIA untuk mencatat perkembangan janin dalam kandungan.