Suara sirine tanda bahaya dari gunung Merapi disiang yang tenang dan cerah  itu membuyarkan konsenterasi siswa dan guru yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar dikelas. Sontak kepala sekolah mengerahkan seluruh guru dan tim siaga bencana untuk segera berkumpul di ruangannya guna berkoordinasi sehubungan dengan kesiapsiagaan sekolah menghadapi bencana. Tak lama kemudian, para guru dan tim siaga bencana menginstruksikan pada siswa siswi untuk segera berlari keluar  sembari menutup kepala mereka dengan tas dan menggunakan masker menuju titik kumpul yang aman.  Dua orang siswa mengalami patah tulang, satu orang siswa luka kepala, dan satu lainnya mengalami memar. Tak lama mobil ambulance pun datang dan dengan sigap mengevakuasi korban ditempat kejadian. Begitulah suasana dalam gladi lapang simulasi bencana  yang menjadi rangkaian dari acara pengukuhan Sekolah Siaga Bencana (SSB) di SMA Sunan Kalijogo, Cangkringan, Sleman pada Senin (13/3) yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman .
Ketua pelaksana BPBD Sleman Joko Supriyanto yang hadir dalam acara  tersebut menyampaikan bahwa BPBD Sleman berusaha mengimplementasikan dengan mensinergikan berbagai elemen baik pemerintah, masyarakat maupun pengusaha agar bisa menjadikan masyarakat Sleman yang tanggap, tangkas dan tangguh dalam menghadapi bencana. Menurutnya tujuan membentuk sekolah siaga bencana di SMA Sunan Kalijogo adalah untuk mempersiapkan kesiapsiagaan dan keterampilan kepada warga sekolah dalam menghadapi bencana erupsi Merapi dengan membentuk tim sekolah siaga bencana dan membuat dokumen rencana emergency sebagai pedoman ketugasan masing – masing tim bila terjadi bencana. “Dalam gladi ini juga dilakukan penandatanganan dokumen MOU kesepakatan antara SMA Sunan Kalijogo sebagai terdampak dengan SMA N 1 Ngemplak sebagai sekolah penyangga”, jelas Joko.
Sementara itu Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun yang juga hadir dalam gladi tersebut menyampaikan bahwa sampai hari ini sudah terbentuk 45 sekolah siaga bencana dan berharap ke depan akan terus bertambah. “Pembentukan Sekolah Siaga Bencana penting karena dalam setiap mitigasi bencana, dibutuhkan partisipasi dari semua pihak bukan hanya dari tim relawan namun juga seluruh komponen masyarakat termasuk diantaranya adalah pelajar. Pelajar juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi bencana dengan harapan kesiapsiagaan tersebut dapat bermanfaat dalam mengantisipasi jatuhnya korban jiwa”, jelas Muslimatun.
Muslimatun berharap agar pelajar ikut berpartisipasi dalam siap siaga bila terjadi bencana serta berharap agar para pelajar tidak hanya mempunyai pengetahuan saja tetapi juga harus mempunyai ketrampilan dalam menghadapi bencana dengan tujuan kesiapsiagaan yang dapat bermanfaat dalam mengantisipasi jatuhnya korban jiwa.
“Kami berharap agar kedepan dalam pembentukan sekolah kesiapsiagaan bencana menjadi penting dilakukan karena setiap mitigasi bencana dibutuhkan partisipasi dari semua pihak bukan hanya dari tim relawan namun juga seluruh komponen masyarakat diantaranya adalah pelajar” ungkap Sri Muslimatun.
Lebih lanjut Muslimatun menyampaikan bahwa paradigma penanggulangan bencana tidak lagi di titik beratkan pada penanganan kedaruratan, namun lebih pada upaya pengurangan resiko bencana yang menuntut adanya kesiapsiagaan masyarakat termasuk sekolah. “Mitigasi bencana harus menjadi bagian dari budaya dan local wisdom masyarkat Sleman. Oleh karena itu pembinaan dan pelatihan cara penanggulangan bencana harus dimulai sejak dini. Mitigasi bencana harus diperkenalkan dan diajarkan di bangku sekolah, bahkan sejak jenjang yang paling bawah. Siswa-siswa sangat perlu diberi pemahaman dan pembinaan bagaimana cara penanggulangan dan mitigasi bencana”, tambahnya.