Tepatnya di dusun Joho, Condongcatur, Depok Sleman, adalah sentra produksi topi, emblem bordir,jaket dan kaos serta tas. Adalah Bapak Jupriyono yang merupakan dukuh Joho yang memulai produksi topi di tahun 1975-an. Produksi topi semula hanyalah sebatas perorangan, namun lama kelamaan berkembang menjadi sebuah produksi massal. Tenaga kerja yang direkrut adalah dari lingkungan keluarga. Hingga saat ini terdapat sekitar 30 pengrajin topi dan bordir dengan 2 kelompok yaitu Bordir Mandiri dan Bordir Koprinka. Sementara untuk pemasaran produk Joho ini, Supriyono menjelaskan bahwa tidak menghadapi kendala yang berarti. Selama ini warga Joho memperoleh order yang berskala nasional, bahkan Papua pun pernah  memesan produk dari Joho.

Pada tahun 2002, kelompok bordir di Joho memperoleh hibah berupa mesin senilai 450 juta rupiah, sehingga produk topi berkembang menjadi berbagai produk lainnya seperti emblem/logo perusahaan dan instansi. Sayangnya saat ini mesin tersebut tidak dioperasikan karena operator mesin sedang keluar kota. Hal ini merupakan satu kemajuan mengingat sebelum menggunakan mesin, pengrajin Joho harus membordir topi dan produk lainnya di luar daerah. Dengan mesin bermata jarum 12, warga Joho mampu memproduksi topi dan produk lainnya dalam jumlah ribuan.
Menurut Supriyono, ketua kelompok bordir menjelaskan bahwa produk yang cukup menguntungkan adalah topi pet, yaitu topi yang dipakai TNI. Order di Joho biasanya padat di bulan Agustus yang merupakan tahun ajaran baru. Pesanan bisa mencapai puluhan ribu item. Dalam satu hari warga Joho bisa memproduksi 3000 topi.  Hingga saat ini, juga masih ada pengrajin yang mengerjakan topi sulam dengan cara manual. Kebetulan mereka yang mengerjakan topi sulam manual ini adalah para difabel. ***