Parut tradisional dari bahan kayu mlinjo dan kawat ternyata sampai saat ini masih eksis diproduksi warga Pojok 2 Sendangagung Minggir Sleman. Bahkan 80 % ibu rumah tangga ditempat ini menggeluti produksi parut ini sebagai kegiatan sampingan selain bercocok tanam. Namun ada pula yang menggantungkan hidupnya dari hasil membuat parut ini, seperti halnya yang dilakukan Mbah Jilah sejak usia muda sampai saat ini telah berusia 85 tahun masih aktif membuat parut.

Menurut Mbah Jilah, sehari bisa memproduksi 10 parut namun bila digarap sambil menggarap sawah hanya 4 – 5 parut saja. Untuk modal produksi ini kayu Rp 2 rb, kawat R 1 rb dan dijual Rp 5 rb, sehingga didapat keuntungan Rp 2 rb setiap parut yang dibuat. Dan untuk pemasaran tidak ada masalah karena sudah ada pedagang yang mengambil.

Sementara itu menurut Kadus Pojok 2 Y Budiono  pembuatan parut oleh warganya telah berlangsung secara turun temurun sejak puluhan tahun yang lalu dan ada sekitar 60 orang pengrajin sehingga setiap hari rata-rata bisa menghasilkan 200 buah parut. Keuntungan yang didapat walaupun kecil dapat membantu kebutuhan rumah tangga.

Sementara itu potensi wader yang berasal dari sungai progo juga diproduksi warga Kliran Sendangagung Minggir. Digarap oleh warga yang tergabung dalam kelompok (POKLAHSAR) Citra Wader yakni Kelompok Pengolah dan Pemasar Wader yang beranggotakan 10 orang dengan ketuanya  Sri Handayani. Kelompok ini setiap hari masing-masing anggotanya memproduksi ikan wader 20 kg. Olahan yang dihasilkan yakni wader kripsi, wader presto, pepes wader, mangut wader dan bacem wader dibuat rasa gurih dan rasa manis. Produksi wader saat ini masih dipasarkan di wilayah lokal saja yakni pasar Bonagung, Pasar Balangan, Pasar Dekso dan pedagang tenong keliling, juga melayani pesanan. Sri Handayani menekuni olahan wader terinspirasi dari kegiatan suaminya yang mencari ikan di sungai Progo dengan hasil ikan yang didapat ikan wader. Karena hasilnya cukup banyak dan bila dimakan sendiri dirasa masih sisa maka timbul keinginan untuk memasak dalam jumlah yang banyak untuk kemudian dijual di lingkungan sekitar dan akhirnya sampai saat ini berkembang cukup baik.

Potensi kuliner yang menjadi ciri khas  Sleman di wilayah Godean yakni Kripik belut. Sekda yang pada kesempatan tersebut menyempatkan hadir, menyampaikan bahwa untuk mengatasi kemacetan lalulintas di sepanjang jalan Godean tepatnya selatan Pasar Godean dilakukan relokasi pedagang kripik belut. Sejak setahun lalu Pemkab Sleman membangun Kuliner Belut di Timur Pasar Godean yang saat ini dihuni 35 pedagang terdiri dari 30 pedagang olahan kering  dan 5 pedagang olahan basah. Untuk olahan basah buka dari pagi jam 09.00 sampai dengan 10.00 malam.***