Menuju ” Sleman Rumah Ramah Seni Rupa”
Memang, karya seni, tidak mengenal domisili. Karya seni terbebas dari beban identitas keruangan yang bersifat spasial geografis. Apalagi status administratif. Bahkan, rujukan keruangan geografis-administratif tentang asal muasal karya seni pun menjadi sangat bias tatkala karya seni itu dipergaulkan dan dipergulatkan dalam dinamika dialog lintas budaya. Dengan demikian, penyebutan “seni rupa Sleman” hanyalah sebuah pemudahan penyebutan dengan tidak menaruhkan beban-beban kewilayahan administratif-pemerintahan. Karena itu, “seni rupa Sleman” semata-mata dimaknai sebagai dinamikan aktivitas seni rupa di Kabupaten Sleman.
Jika demikian halnya, maka, bisa dipersandingkan dan dipersaingkan dengan “seni rupa Jogja” dan “seni rupa Bantul”, misalnya. Sleman sebagai bagian dari wilayah kultur berkejogjaan, Mataram-Ngayogyakarta, maka dengan sendirinya tidak pernah bisa lepas dari payung kultur “seni rupa Jogja” dalam arti Mataram. Karena itu, Pameran Seni Rupa dalam rangka Hari Ulang Tahun yang ke-96 Kabupaten Sleman tahun 2012 di Roemah Pelantjong, Jl. Magelang, Mulungan, Sendangadi, Mlati, Sleman ini dapat dikatakan sebagai suatu cara para perupa (dari manapun datangnya) berhimpun menggalang penguatan aktivitas kesenirupaan di wilayah Kabupaten Sleman. Mungkin, baru kali ini hari jadi Kabupaten Sleman “dimeriahkan” dengan pameran seni rupa.
Pameran bertajuk “ SPIRIT SLEMAN SEMBADA NUSANTARA.” dan diikuti oleh 50 perupa yang berasal dari, Yogyakarta, Banjarnegara, Klaten, Kediri, Blitar, Pati, Bali, Bandung, dan. Jakarta. Adapun nama nama perupa antara lain : Godod Sutejo, Djoko Sardjono, Suwaji, H.Soetopo, Sun Ardi, Mahyar, Endang Sri Hsatuti, Sumaryo Hadi, Effendi Saleh, Bambang Waskito, dll.
Pameran diselenggarakan pada :
Tanggal : 23 s.d 29 Mei 2012
Tempat : Roemah Pelantjong, Jl. Magelang Km. 8 No. 89, Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta
Telp. 0274 – 869 676
Yang akan dibuka secara tresmi oleh Bapak H. Sri Purnomo, Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sleman
Waktu : Pukul 10.00 WIB
Teknis penyelenggaraan digalang oleh para perupa sendiri, bahkan gagasan dan format penyelenggaraannya pun ditentukan dan dirumuskan oleh para perupa. Tatkala gagasan dan format pameran ini dikomunikasikan dengan pihak Pemerintah Kabupaten Sleman dan Panitia HUT ke-96 Tahun 2012, langsung mendapatkan respon positif. Demikian pula dinamika semangat para pelaksana dan peserta pameran. Ada yang mengatakan, selama ini geliat aktivitas seni rupa di Sleman boleh dibilang lebih diam dibanding dengan aktivitas erupa di Bantul dan Kota Yogyakarta, meskipun pernyataan itu masih perlu dikaji ulang. Namun, tanpa bermaksud membandingkannya, sekurangnya, dari publikasi yang terkomunikasikan ke publik, aktivitas pameran seni rupa di wilayah Kabupaten Sleman kalah gaung. Belum lagi, fasilitas gedung/ruang yang bisa digunakan untuk pameran seni rupa di wilayah Sleman lebih terbatas dibanding dengan Kota Yogya dan Kabupaten Bantul. Demikian pula aktivitas galeri seni rupanya.
Rupanya, pameran kali ini dapat menjadi momentum guna memperlihatkan bahwa “keberdiaman” seni rupa di Sleman itu bagaikan dinamika magma Gunung Merapi, berkekuatan besar dan bergemuruh. Pameran ini menjadi spirit penanda peningkatan aktivitas kesenirupaan di Sleman. Untuk itu, perlu didorong terciptanya iklim dan ruang kreatif yang lebih luas hingga Sleman menjadi “rumah ramah seni rupa” dalam segala segi dan aspeknya. Pemerintah Kabupaten, para pengusaha dan pecinta seni, para seniman/pekerja seni, para analis akademisi, para penyedia jasa manajeman event (pameran), dan masyarakat luas perlu bersinergi dan rajin berkomunikasi. Pada intinya, Pameran Seni Rupa kali ini sebagai ajakan untuk mengembangkan prakarsa mandiri masyarakat (khususnya masyarakat seni) dan bekerjasama dengan seluruh kekuatan yang ada dalam masyarakat untuk mempertinggi aktivitas berkualitas di bidang seni rupa (khususnya pameran) di Sleman. Bergemuruhnya aktivitas itu akan menggerakkan “magma-magma” seni rupa di Kabupaten Sleman yang di antaranya akan memberi dampak kualitatif yang bersifat kultural maupun berpengaruh secara ekonomikal.***