Penertiban Anjal Perlu Dukungan Masyarakat
Penanganan maraknya pengemis di perempatan lampu merah dan jalanan, tidak dapat hanya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, tetapi memerlukan dukungan dan kerjasama masyarakat. Pelaksanaan operasi penertiban yang intensifpun tidak akan berhasil tanpa didukung oleh partisipasi masyarakat untuk tidak memberi para pengemis. Sangat diharapkan maasyarakat untuk lebih peduli tidak memberikan uang ataupun barang pada mereka para pengemis langsung diperempatan ataupun di jalan. Kepedulian masyarakat tersebut sebaiknya disalurkan pada lembaga-lembaga sosial ataupun institusi pengelola infak, zakat yang memang melakukan penyaluran bantuan, infak dan zakat.
Pemberian uang pada pengemis di jalan ataupun perempatan sangat membahayakan anjal dan juga pengguna jalan yang lain. Pemberian dijalan pada pengemis tidak mengentaskan mereka dan bahkan tidak mendidik mereka untuk tidak mengemis. Jika para pengemis tersebut selalu diberi, dan meraka memperoleh hasil dari upayanya tersebut, maka mereka akan tetap mangkal di jalanan dan perempatan. Padahal aktivitas para pengemis di jalanan membahayakan dirinya dan orang lain serta membuat ketidaknyamanan pengguna jalan.
Didalam penanganan pengemis, Pemkab Sleman mengacu pada PP no. 31 tahun 1980 tentang penanggulangan Gelaqndangan dan pengemis. Sesuai dengan regulasi tersebut yang memiliki kewenangan menertibkannya adalah Pol PP dan Kepolisian. Namun demikian didalam pelaksanaannya dilakukan kerjasama dan koordinasi lintas instansi, yang antara lain melibatkan Dinas Catatan Sipil berkaitan dengan aspek kependudukan, kementrian agama berkaitan dengan penyuluhan agama, PSKB (panti sosial Bina Karya Propinsi) berkaitan pembinaan dan dinas Nakersos KB.
Upaya penertiban hanya mampu hanya berhasil mengurangi keberadaan pengemis ataupun anak jalanan sesaat. Sampai bulan september 2010 tercatat anjal sebanyak 35 orang yang terdiri 26 anak laki-laki dan 9 anak perempuan, sedangkan anjal yang berasal dari luar daerah Sleman sebanyak 81 orang, yang terdiri 67 laki-laki dan 14 perempuan. Sedangkan Gepeng yg berasal dari Sleman sebanyak 42 orang yang terdiri laki-laki sebanyak 26 0rang dan 16 orang perempuan, sedangkan yang berasal di luar Sleman sebanyak 146 orang, laki-laki 103 orang dan 43 orang perempuan.
Pola aktivitas anak jalanan, mereka muncul disatu tempat tertentu terus menghilang dan datang lagi. Mereka selalu berpindah dan memilih tempat yang ramai dan banyak masyarakat yang mau memberi. Dalam penanganan anjal dan gepeng, pemkab Sleman bekerjasama dengan yayasan Charis yang bersedia menampung anjal yang ditertibkan. Yayasan tersebut melakukan pembinaan, makan dan bahkan bagi yang tidak memiliki tempat tinggal juga ditawari untuk tinggal di yayasan tersebut. Namun demikian mereka kembali ke jalan dengan alasan merasa tidak bebas dan terkekang. Selain itu, Pemkab Sleman juga telah memulangkan 12 anjal ke daerah mereka dan menyerahkannya kepada Pemerintah Kabupaten mereka tinggal, juga telah dilakukan pendataan dengan sidik jari bersama kepolisian. Bahkan Pemkab Sleman juga telah melakukan kerjasama dengan puskesmas dan RS Sarjito, ketika penertiban menemukan anjal dan gepeng dalam kondisi sakit langsung membawa ke Puskesmas setempat dan RS Sarjito untuk dilakukan pengobatan, setelah sembuh bagi yang memiliki rumah dipulangkan dan yang tidak dibawa ke panti Charis Kalasan.
Pemkab Sleman juga menunggu Kehadiran Perda Propinsi ataupun Peraturan Gubernur tentang penanganan Anjal dan Gelandangan sebagai acuan Pemkab Sleman untuk menyusun regulasi penanganan anjal dan gelandangan di wilayah Sleman.