Gudeg adalah makanan tradisional dan menjadi ikon dari Yogyakarta. Belum lengkap rasanya, apabila wisatawan atau masyarakat luar daerah yang berkunjung ke Yogyakarta, belum menikmati lezatnya Gudeg.
Gudeg merupakan sayuran berwarna coklat gelap berasa manis yang terbuat dari nangka muda (atau disebut gori dalam bahasa Jawa). Bumbu dari gudeg sangat khas dan penuh rempah. Rasa manisnya diperoleh dari gula kelapa (gula merah). Bumbu yang biasa dipakai dalam membuat gudeg adalah laos, daun salam, bawang putih dan bawang merah, kemiri, ketumbar dan yang khas yang biasa dijadikan bahan pewarna gudeg adalah saun jati. Diperlukan waktu lebih dari 6 jam untuk memasak gudeg, kadang sampai kuahnya kering.
Ada dua macam gudeg, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Beda antara gudeg basah dan gudeg kering. Beda antara gudeg basah dan kering adalah pada arehnya. Areh adalah kuah yang sangat kental terbuat dari santan kelapa bercampur dengan ampas minyak kelapa atau blondho. Jenis gudeg basah yaitu lebih berkuah dan bersantan lebih banyak. Gudeg basah biasanya lebih pedas. Gudeg kering, arehnya lebih kering dan berasa lebih manis.
Jaman dahulu orang Yogya hanya mengenal satu jenis gudeh, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya sekitar 57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang dari luar Yogya mulai membawanya sebagai oleh-oleh. Keuntungannya, gudeg pun tumbuh sebagai home industry makanan tradisional di Yogyakarta. Gudeg Yu Djum contohnya yang terkenal dengan gudeg basah, sedangkan Hj. Amad dan Yu Narni terkenal dengan gudeg kering.
Lauk pendamping untuk gudeg yang tidak kalah penting adalah tempe dan tahu bacem yang dimasak manis, telur pindang atau telur yang dimasak dengan kulit bawang merah dan daun jati hingga mengeras dan berwarna hitam, serta sambal goring krecek (kulit sapi kering yang dibumbu pedas dan direbus dengan santan hingga lembut).
Banyak wisatawan yang berkunjung ke Jogja dan rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg. Tidak hanya rasanya tapi juga kemasan gudeg yang dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ ( tempat dari anyaman bamboo) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Bisa dilihat dari banyaknya pengunjung pada hari-hari libur seperti sabtu dan minggu, kawasan barek ini sangat ramai dan tempat parkirpun penuh sesak dengan kendaraan para pengunjung yang ingin menikmati gudeng maupun sekedar membeli sebagai buah tangan.
Barek Sentra Gudeg Yogyakarta
Ada dua daerah sentra gudeg di Yogyakarta yang terkenal yaitu barek dan wijilan. Walaupun Wijilan terkenal dengan gudeg, namun menurut Ibu Kus Indarti (dukuh Kocoran, Caturtunggal), penjual gudeg Wijilan sebenarnya berasal dari Barek. “Mereka adalah penduduk Barek yang berjualan di seputar wijilan karena disana banyak turis terutama turis mancanegara” jelas ibu dukuh ini. Pendapat senada juga diungkapkan Bondan Winarno, host wisata kuliner Trans TV, yang menyatakan bahwa barek merupakan asal masakan gudeg.
Kawasan Barek merupakan salah satu padukuhan di Desa Condong Catur, tepatnya di sebelah utara Gedung Pusat UGM. Nama asli kawasan Barek tersebut adalah Dusun Kocoran termasuk dalam wilayah Desa Catur Tunggal. Di dusun ini yang paling banyak usaha gudegnya adalah di RW 2 Karangasem. Sejak sebelum kemerdekaan, sudah ada warga barek yang sudah berjualan gudeg. Aktivitas berjualan gudeg ini, semakin banyak digeluti warga Barej, setelah diresmikannya Gedung Pusat UGM di tahun 1950-an. Dengan diresmikannya Gedung Pusat UGM, banyak masyarakat dari luar Jogja yang bersekolah di UGM bertempat tinggal atau indekos di sekitar wilayag Barek. Tidak hanya mahasiswa, banyak juga pelajar sekolah-sekolah menegah baik SMP maupun SMA di Jogjakarta yang indekos di sekitar Barek. Untuk memenuhi kebutuhan makanan siap saji, maka banyak warga Barek yang berjualan Gudeg.
Kini semakin ramai dan terkenal rumah yang menjadi rumah makan yang representative. Nama-nama gudeg yang ada dan menjadi trade mark gudeg Jogja di Kampung Mbarek adalah Gudeg Yu Djum, Gudeg Yu Narni dan Bu Hj. Ahmad. Selain 3 penjual gudeg tersebut masih terdapat belasan penjual gudeg lainnya yang sebagian berjualan gudeg di wilayah Barek dan sebagian lainnya memilih berjualan di luar wilayah Barek seperti di daerah Beji, Jetis dan di belakang Pasar Kranggan.
Dikenal sejak lama
Gudeg bagi sebagain warga Yogyakarta yang lahir sebelum era kemerdekaan, seperti Mbah Partono(73 tahun), warga Desa Sendowo Kecamatan Mlati merupakan jenis sayur yang dikenalnya sejak kecil. Gudeg merupakan makanan tradisional masyarakat. Buah Gori atau nangka muda adalah bahan baku utama gudeg yang lebih umum dikenal. Sebab di masa lalu, bahan baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Yogyakarta. Awal Barek menjadi sentra gudeg inipun menurut Mbah Partono adalah di sekitar kawasan Barek karena merupakan area yang banyak terdapat pohon nangka. Sehingga masyarakat sering mengolah nangka muda tersebut menjadi gudeg. Mbah Partono juga mengatakan bahwa yang pertama memiliki usaha gudeg adalah Hj. Amad, kemudian masyarakat sekitar mencoba ‘nyecep’ atau mempelajari ilmu memasak gudeg Hj Amad. Dari sinilah kemudian mulai banyak warga masyarakat yang memasak nangka muda tersebut menjadi makanan dalam bentuk sayur gudeg.
Serap tenaga kerja di sekitar
Keberadaan gudeg mbarek sebagai pusat penjualan gudeg di Yogyakarta, tak ayal memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Banyak masyarakat yang direkrut oleh tiga raksasa produsen Gudeg Mbarek yaitu Hj. Amad, Yu Djum dan Yu Narni, sebagai tenaga kerja. Selain itu dalam memenuhi kebutuhan akan bahan baku gudeg seprti nangka muda, telur serta bahan-bahan lainnya, para penjual gudeg memanfaatkan jasa masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku gudeg tersebut. Bahan baku nangka muda/ gori diperoleh dari pasokan masyarakat Kaliurang. Gori yang dipasok bias berupa gori utuh yang belum dikupas maupun gori yang sudah dicacah dengan alas an hemat tenaga dan waktu.
Seiring dengan semakin berkembangnya usaha gudeg, semakin banyak pula dibuka cabang-cabang baru warung dan rumah makan gudeg seperti di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Jalan Kaliurang, Jalan Solo dan Jalan Magelang, Tridadi Sleman. Bertambahnya cabang-cabang rumah makan tersebut juga berarti manfaat uang dinikmati masyarakat juga semakin besar.