IKM, KIM dan Pengusaha Makanan Ikuti Sosialisasi Sertifikasi Halal
Produsen yang mencantumkan ‘halal’ tanpa didukung sertifikat halal, sanksinya dalam PP No 69/ tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan adalah denda maksimum 50 juta. Sedangkan dalam UU No 8/ 1999 tentang Perlindungan Konsumen saksinya adalah hukuman penjara maksimum 5 tahun atau denda maksimum 2 miliar. Hal ini disampaikan Wakil Bupati Sleman, Sri Purnomo dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi dan Keuangan, Dra. Nogati Sri Karyati, MS pada Sosialisasi Sertifikasi Halal dan Produk Makanan Sehat yang digelar Bagian Humas Sleman di Op Room Pemkab Sleman, beberapa waktu lalu.
Sosialisasi Sertifikasi Halal dan Produk Makanan Sehat ini diikuti peserta dari IKM yang bergerak dalam usaha produksi makanan, Ketua Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), dan Asosiasi Pengusaha Makanan. Ikut juga sebagai peserta adalah UPT Pelayanan Pendidikan Dikpora, Kantor Kementrian Agama, Dinas Perindakop, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Kecamatan. .
Sri Purnomo menambahkan bahwa makanan yang halal, aman dan sehat merupakan hak bagi konsumen. Terlebih di dalam agama Islam, setiap muslim diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal dan sehat, sebagaimana firman Allah SWT ”Makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu.” (An Nahl:114). Oleh karena itu sertifikasi halal, aman dan sehat menjadi penting. Selain itu, saat ini masih banyak beredar makanan baik pabrikan maupun non pabrikan yang tidak memenuhi syarat aman dan halal untuk dikonsumsi.
Sementara dalam laporannya, Kepala Bagian Humas Sleman, Dra. Endah Sri Widiastuti, MPA menyampaikan bahwa latar belakang diselengarakannya sosialisasi adalah berdasarkan hasil audiensi LPPOM MUI DIY, 18 Juni 2010, yang mengungkap kenyataan bahwa banyak produk makanan pabrikan, non pabrikan maupun rumah makan yang belum bersertifikasi halal.
Bagi umat Islam, sertifikasi halal ini menjadi penting, karena tuntutan dan kewajiban bagi warga muslim untuk mengkonsumsi makanan yang terjamin kehalalannya. Selain makanan halal, masyarakat juga harus mengkonsumsi makanan yang terjamin higienitas dan kesehatannya. Terlebih, menjelang Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Lebaran, sering kali ditemukan produk makanan yang tidak sehat dan kadaluwarsa, beredar di masyarakat.
Prof. Dr. Ir. H. Umar Santoso, M.Sc ( Wakil Direktur Bidang Sertifikasi LPPOM MUI DIY ) yang menyampaikan paparan tentang Sertifikasi Halal antara lain mengatakan bahwa Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam. Tujuan dari sertifikasi halal adalah memberikan kepastian status kehalalan produk, sehingga menentramkan batin yang akan menkonsumsi. Selain itu, sertifikasi hahal juga untuk mencegah kesimpangsiuran kehalalan produk. ”Jadi, kehalalan tidak berdasarkan ucapan lisan bahwa produk itu halal. Tetapi fatwa tertulis dari MUI,” jelas Umar.
Sebelum mendapatkan sertifikat hahal, pihak produsen diminta untuk mengikrarkan Surat Pernyataan Halal yang isinya menyatakan kehalalan produknya dan menjamin kehalalan produk dalam produksi selanjutnya. Selain itu, produsen juga akan diperiksa, diuji dan diverifikasi oleh LPPOM MUI. Produsen jiga diwajibkan melaksanakan Sistem Jaminan Halal (SJH). SJH ini disusun, dilaksanakan dan dipeliahara oleh perusahaan dengan tujuan menjaga kesinambungan proses produksi halal, sehingga produknya dapat dijamin kehalalannya sesuai aturan yang digariskan oleh LP_POM MUI.
Sementara Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Dra. Dwi Andayani, Apt memaparkan bahwa Produk Makanan Sehat telah menjadi hak asasi manusia. Untuk itu, harus diperhatikan keamanan pangan agar pangan yang dihasilkan layak, bermutu, aman dan sesuai dengan tuntutan konsumen domestik dan internasional.